Senin, 06 Juli 2015

Ya Allah, Sedemikian Parahnya LGBT Menjalar Dari Santri Hingga Ustadz

Ya Allah, Sedemikian Parahnya LGBT Menjalar Dari Santri Hingga Ustadz
Oleh Zulfi Akmal
(Mahasiswa S3 Tafsir Al-Azhar, Cairo)

Gara-gara status FB sebelumnya saya diajak salah seorang teman untuk berselancar di dunia per-FB-an.

Sebelumnya saya sudah mencoba memperhatikan seluruh kawan yang ada hubungan pertemanan dengan saya di FB. Hanya ada satu orang yang memasang foto pakai gambar pelangi sebagai bukti ia pendukung LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Namun tidak saya gubris, karena sudah jelas ke mana arah pikirannya dari dulu.

Ternyata dalam pengembaraan saya ke akun-akun yang digiring teman itu saya temukan malah mayoritas foto mereka pakai pelangi semua. Dalam dialog-dialog mereka jelas mereka adalah pendukung LGBT, bahkan pelaku.

Yang lebih mencengangkan di antara mereka ada yang santri, dosen, mahasiwa bahkan ustadz. Subhanallah, ternyata dunia ini sudah benar-benar asing dan aneh. Ada ustadz yang tidak tahu bahwa perbuatan umat Nabi Luth itu haram. Padahal itu sudah merupakan perkara “ma’lum bidh dharurah fid din”, yang artinya semua orang mesti tahu.

Segitu parah kah dunia ini? Tanpa segan dan malu ia menyatakan dukungan. Saya tidak tahu apakah dia hanya sebagai pendukung atau justru lagi bela diri untuk membenarkan kecendrungan “lendir”nya.

Penyakit satu ini memang luar biasa. Karena biasanya secara fitrah semua manusia menyadari bila melakukan suatu dosa, amat memalukan bila diketahui oleh orang lain. Tidak peduli apa agamanya. Makanya orang akan sembunyi-sembunyi bila melakukan dosa dan akan berusaha menutupinya serapat-rapat mungkin.

Karenanya jarang perbuatan dosa tampil di depan orang banyak dengan terang-terangan. Bila suatu dosa muncul ke permukaan dan diketahui orang banyak, itu artinya dosa-dosa yang tersembunyi jauh lebih banyak.

Dan bila dosa itu sudah terlalu biasa muncul di tengah orang banyak maka jangan heran kalau dosa itu tidak dipandang dosa yang hina lagi. Sedikit demi sedikit ia akan menjadi hal bisa, bahkan bisa terbalik nilai. Ia akan dipandang suatu kebaikan yang perlu dibela dan dilestarikan serta dilindungi, bahkan kalau perlu dibikinkan undang-undang sebagai payung hukum. Apalagi bila dukungan itu muncul dari agamawan atau yang dianggap ustadz. Kalau ulama mustahil akan memberikan dukungan.

Hari ini dosa yang amat memalukan, yang untuk menyebutnya saja keringat dingin berkucuran, malah dianggap orang banyak sebagai hal normal dan tidak perlu dipermasalahkan. Bahkan diberikan hak perlindungannya.

Perbuatan yang binatang saja tidak melakukannya. Dosa yang membuat suatu peradaban besar dihabisi oleh Allah sampai ke akar-akarnya, hingga puingnya pun tidak tersisa walau sedikit.

Saya tidak tahu, azab apa yang akan diturunkan Allah kepada kita akibat perbuatan terkutuk ini sudah menjalar ke mana-mana. Sekalipun kita tidak ikut melakukan itu, tapi Allah berkata:

“Dan peliharalah dirimu daripada fitnah (azab) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya”. (Al-Anfal: 25)

Saya tidak bisa bayangkan bila orang yang mendukung LGBT itu misalnya di hari raya nanti anak laki-lakinya datang memberikan sungkem dan di sampingnya ada pemuda ganteng imut-imut gemulai, lalu dia bilang “Kenalkan ayah, ini calon menantu ayah”. Atau anak perempuannya didampingi seorang perempuan cantik perkasa, kemudian dia bilang “Ayah, ini calon suami saya”. Subhanal Malikil Quddus…..

Mencegah ini bukanlah tugas dai’i, ustadz dan ulama saja. Tapi tugas semua orang yang sadar akan bahayanya. Tugas yang harus dilakukan oleh orang yang takut akan turunnya azab Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

Ya Allah….. sudah betul-betul asing dunia ini rasanya.

Cairo, 5 Juli 2015/18 Ramadhan 1436