Selasa, 19 Mei 2015

Bunda Nich Baca : Mengalihkan Perhatian Anak dari Games dan Gadget

Berbagai penelitian telah membuktikan hubungan antara permainan sejenis video games dan sikap agresif. Yang jadi pertanyaan adalah berapa lama waktu yang dianggap terlalu banyak dan bagaimana memilih games yang baik.

Anak-anak yang terlalu sering bermain video games cenderung lebih sering berfantasi soal kekerasan.

Sebenarnya sebagian besar orang tua lebih memilih anak-anaknya untuk menghabiskan waktu untuk membaca dari pada memainkan video game yang penuh kekerasan.

Studi lain yang dipublikasikan di JAMA Pediatrics, menyebutkan hal yang sama: bahwa memang video games memang terkait dengan peningkatan kadar agresivitas anak.

Anak-anak yang dilaporkan memainkan games dari gadget yang membuat kekerasan, cenderung menganggap memukul orang sebagai sesuatu yang bisa diterima. Mereka juga lebih sering berfantasi tentang kekerasan dibanding anak-anak yang tidak memainkan games ini.

Penelitian ini juga menemukan agresivitas anak akibat video games itu juga tak dipengaruhi oleh gender atau usia, juga oleh fakta bahwa sejak awal si anak memang sudah cenderung agresif.

Namun sebuah penelitian ilmiah saja mungkin tak cukup bagi anak untuk merelakan dijauhkan dari mainanannya.

Jadi sebagai orang tua, apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan anak tidak terekspos terlalu banyak pada permainan itu? Berikut beberapa petunjuk tentang bagaimana orang tua bisa membuat batasan tentang jumlah, jenis dan bagaimana agar mereka bisa memainkan mainan yang sesuai dengan usia mereka.

1. Anak usia 0-2 tahun.

“Anak pada usia ini harusnya belum diperkenalkan pada televisi. Apalagi video games,” kata Craig Anderson, PhD, director di Center for the Study of Violence di Iowa State University seperti dikutip dari laman everyday health.

Otak anak-anak masih berkembang. Jadi paparan jumlah informasi yang sangat banyak di layar bisa membuat otak anak kesulitan untuk memprosesnya. Anak bisa mengalami masalah perhatian dalam kehidupannya di kemudian hari.

2. Usia 2-6 tahun

Meski anak-anak di usia ini mungkin sudah mengenal layar televisi, Anderson sangat menganjurkan orang tua tidak memperkenalkan gadget atau video games pada anak-anak.

Dia mengatakan masih banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk melatih daya fokus perhatian pada anak-anak untuk meningkatkan energi otaknya. Misalnya belajar membaca sembari main-main, bermain dengan anak lain, dan bermain di luar rumah.

3. Usia 7 tahun ke atas.

Anderson menyarankan, anak-anak pada usia ini memang diperbolehkan main dengan video games. Namun mereka tak boleh bermain lebih dari 5-10 jam dalam sepekan.

“Segala yang berlangsung lebih dari 10 jam dalam sepekan kita harus mempertanyakan ‘Apa yang anak ini pelajari’?” kata Anderson. Dia yakin anak yang main games lebih dari 10 jam dalam sepekan akan kehilangan waktu untuk aktivitas sehat, seperti bergerak lincah, menjalin pertemanan dan sebagainya.

Kristen Eastman, PsyD, doctor di bidang kesehatan perilaku anak di Cleveland Clinic, mengatakan seringkali menyuruh orang tua untuk menjadikan video games sebagai hadiah, bukan sesuatu yang bisa dimainkan anak sekehendak hati.

Misalnya games diperbolehkan jika mereka sudah menyelesaikan pekerjaan rumah, dan membereskan rumah. “Jadi jangan sampai anak-anak berasumsi mereka bisa bermain kapan saja. Mereka harus dibuat merasa berhasil mencapai sesuatu.”

Orang tua menurut Anderson harus waspada karena rating games tidak lantas menjamin tidak ada kekerasan di dalamnya. “Sembilan puluh persen games memiliki kadar kekerasan yang ‘bahagia’. Tanpa memperlihatkan darah. Tapi tetap ada pembunuhan makhluk. Ini termasuk kekerasan dalam media,” kata Anderson. Untuk mencegahnya, orang tua bisa mengeceknya dulu di situs-situs berbagi video seperti di Youtube.

Baik Easton dan Anderson juga menganjurkan anak-anak tidak bermain games mendekati waktu tidur. Karena games ini cenderung menstimulasi mereka dan membuat mereka lebih sulit tidur. ( cnn indonesia )